Pesona Danau Kelimutu


Awal Juli 2010 pukul 4.30 pagi, kami meninggalkan penginapan di kota Moni. Suasana kota kecamatan ini masih senyap. Sebagian kota terlihat gelap karena sejak malam sebelumnya listrik padam di beberapa tempat. Tidak nampak bintang di langit karena tertutup awan. Bulan yang tidak bulat penuh sebentar-sebentar menampakkan diri di balik awan. Andi telah siap dengan mobil Kuda-nya untuk mengantar kami ke Kelimutu. Sebelum berangkat, ibunya membekalinya sarung tenun ikat sebagai penghangat tubuh. Udara saat itu memang terasa dingin seperti umumnya dataran-dataran tinggi lain. 

Perjalanan dengan mobil memakan waktu tidak lebih dari 30 menit melewati jalan beraspal yang berkelok-kelok. Di satu ruas jalan, perjalanan sedikit terhambat karena ada genangan air. Rupanya genangan ini adalah aliran sungai. Di sekitarnya ada tanda-tanda sedang ada proses pembangunan jembatan. Sesekali kami melewati orang-orang yang berjalan sambil membawa termos, kopi, mi instan dalam gelas styrofoam atau kain tenun ikat. Mereka adalah penduduk setempat yang membawa dagangannya hingga ke puncak, tempat para wisatawan berhenti untuk menikmati panorama di sekitar danau Kelimutu. 

Mobil berhenti di area parkir dan kami harus berjalan kaki untuk mencapai puncak. Tanpa kami minta, seorang pedagang minuman mengiringi kami berjalan. Kami tidak menjumpai orang lain lagi sepanjang perjalanan kami. Jalanan menanjak namun tidak terlalu curam. Sesekali kami perlu berhenti untuk bernafas lebih dalam. Maklum kalau tidak sedang cuti kami jarang berjalan kaki jarak jauh, apalagi menanjak ! 

Menjelang pukul 6 kami tiba di puncak. Saat itu matahari sudah terbit tapi masih tertutup awan. Suasana masih remang-remang. Sudah ada beberapa wisatawan asing dan pedagang minuman dan makanan hangat. Ini adalah tempat tertinggi berbentuk tanah datar yang dibatasi pagar pengaman. Di tengah-tengahnya ada tugu. Kami hanya melihat 2 buah danau, satu di kiri berwarna hijau tosca, satu lagi di kanan berwarna merah tua. 

Danau Kelimutu adalah 3 kawah hasil letusan gunung berapi. Warnanya bisa berubah-ubah tanpa diketahui penyebabnya. Masyarakat setempat memercayai bahwa arwah semua orang yang meninggal akan masuk ke dalam salah satu danau tergantung usia dan penyebab kematiannya. Desir angin yang cukup kencang mengantar udara dingin kepada kami. Lengkaplah suasana mencekam di sekitar danau.

Beberapa pedagang menawarkan kopi dan teh hangat serta mi instan dalam gelas. Pedagang lain membujuk pengunjung untuk membeli sarung atau selendang tenun ikat. Ada lagi yang menggerutu karena ada pemimpin rombongan turis asing yang sudah membawa termos, teh, kopi dan makanan sendiri.

Tiba-tiba matahari mengintip di celah-celah awan. Sinar matahari yang menyusup di antara gumpalan-gumpalan  awan membentuk garis-garis yang sangat indah. Awan yang tadinya biru gelap laksana kelunturan warna merah, jingga dan kuning. Munculnya matahari serta merta mengubah suasana puncak menjadi lebih hidup. Tak lama kemudian, matahari kembali masuk di balik awan. Tapi cahayanya tak bisa disembunyikan lagi, pagi memang sudah tiba. 

Sinar yang menerangi puncak Kelimutu membuat kami sadar, ternyata danau yang satu lagi ada di sisi kanan berhimpit dengan danau hijau tosca. Terlihat kecil, karena letaknya jauh. Warnanya hijau daun. Dilihat dari tempat kami berdiri, kedua danau ini tampak hanya dibatasi oleh dinding batu cadas. Ketiga danau yang airnya nampak seperti dicat dengan latar belakang bukit-bukit hijau dan awan biru, putih dengan semburat jingga dan merah menghasilkan pemandangan yang sangat indah. Tidak bosan-bosannya mata memandang lukisan alam yang setiap detik berubah itu. 

Matahari semakin tinggi. Langit menjadi semakin terang dan warna ketiga danau semakin jelas. Terlihat ada percikan-percikan air dan alur-alur berwarna kekuningan di permukaan danau yang berwarna hijau tosca yang menunjukkan keaktifan kawah. Berbeda dengan permukaan danau yang berwarna merah tua yang tampak tenang dan dingin tanpa gejolak. 

Ada rasa enggan untuk meninggalkan lokasi ini. Namun matahari sudah semakin tinggi. Kamipun mulai menuruni anak-anak tangga. Setelah beberapa ratus meter berjalan, kami berhenti untuk melihat danau yang berwarna hijau tua dari dekat. Ada pelataran berpagar untuk melihat danau ini dari dekat. Ternyata danau ketiga ini besar juga. Terlihat pula percikan-percikan air di permukaan airnya yang menunjukkan keaktifannya. Rasanya tidak habis-habisnya kekaguman kami melihat pesona danau Kelimutu ini. Rombongan lain sudah turun lebih dahulu, demikian pula para pedagang. Kamipun menyusul mereka.

Karena sudah terang, kami dapat melihat pemandangan di sepanjang jalan setapak. Ada banyak pohon pinus dan cemara. Ada juga tempat konservasi tanaman-tanaman khas setempat, burung dan serangga. Semuanya melengkapi keindahan Danau Kelimutu. Mudah-mudahan terjaga kelestariannya. (Melinda)

0 Response to "Pesona Danau Kelimutu"

Posting Komentar