Bagiku saat itu, Kupang .......

Bayanganku sebelum berangkat, NTT adalah suatu daerah dengan tanah gersang, berudara panas dan susah air. Karena NTT adalah pilihanku sendiri, aku menyiapkan diri dengan tidak mengharapkan hal-hal yang terlalu muluk. Tujuannya agar aku betah tinggal di sana. Aku tidak mengharapkan akan melihat pohon hijau, juga tidak mengharapkan hidup bersenang-senang di sana.

Tentang tanah yang gersang

Ketika pesawat mau mendarat di bandara Eltari, aku terpesona melihat tanah pulau Timor yang hijau di mana-mana. Sama sekali tidak seperti yang kubayangkan semula. Tentu saja, saat itu adalah bulan Februari, masih musim hujan. Meski curah hujan tidak sebanyak di pulau Jawa, airnya cukup untuk menghidupkan rumput-rumput. Hingga bulan Maret, rumput-rumput itu akan mencapai ketinggian hingga 2 meter.

Rumput setinggi 2 meter ini mengingatkanku pada jalan sepanjang 1 km yang harus kutempuh dengan berjalan kaki untuk sampai ke rumah dinasku di Penfui. Tidak ada kendaraan umum yang melalui jalan ini. Kiri dan kanan sepanjang jalan ini adalah padang rumput. Bila berjalan pada bulan Februari hingga Maret, di siang hari rumput-rumput ini membentuk bayang-bayang yang melindungiku dari matahari. Tapi aku tidak pernah berani melakukannya di malam hari.... hiiii...bayangkan kalau tiba-tiba ada napi keluar dari sela-sela rumput itu! Ini bukan khayalan, karena lokasi tempat tinggalku berdekatan dengan Lembaga Pemasyarakatan. Bagiku saat itu, Kupang cukup segar.

Memasuki bulan_bulan mei hingga september, pemandangan menjadi berubah sama sekali. Yang terlihat adalah kota Kupang yang hitam, yaitu warna karang yang ditutupi semak terbakar. Memang pada bulan-bulan itu matahari bersinar terik hingga membakar rumput-rumput. Tapi tidak seburuk itu.... masih ada tempat-tempat indah yang dihiasi oleh pohon bougenville dengan bunganya yang berwarna-warni. Tidak ada tempat lain yang pernah kulihat memiliki bunga bougenville seindah kota Kupang. Ada lagi yang menarik dan mungkin hanya ada di NTT yaitu bunga ungu yang menempel pada batang pohon flamboyan yang meranggas. Daun-daun rimbun pohon-pohon flamboyan memang sudah gugur, tapi pemandangan unik ini sungguh mengesankan. Aku tidak tahu pasti, apakah bunga-bunga ungu ini merupakan fase hidup flamboyan atau tumbuhan lain yang melekat pada pohon flamboyan dan baru kelihatan karena daun-daun flamboyan sudah gugur. Bagiku saat itu, Kupang cukup indah di mata.

Tentang udara yang panas

Udara di NTT memang panas, karena itu sebisa mungkin aku tidak bepergian pada siang hari. Biasanya aku keluar setelah pukul 4 sore ketika sinar matahari sudah tidak telalu menyengat. Bila terpaksa keluar di siang hari, aku membawa sejata yang sudah kupersiapkan sebelum berangkat, payung. Aku tidak peduli waktu Siriet menertawakanku dengan kebiasaanku berlindung di bawah payung. Di sana pula untuk pertamakali dalam hidupku, aku menggunakan sunblock lotion. Hasilnya, ketika aku kembali ke Jakarta 2 tahun kemudian, kulitku lebih cerah dibandingkan sebelum pergi! Karena sebelumnya, di Jakarta aku tidak pernah memikirkan perlunya berlindung dari sinar matahari.

Sinar matahari memang menyengat di NTT, tetapi udara tidak selalu panas. Pada bulan-bulan Februari hingga Juli, terutama malam hari udara terasa dingin karena angin barat berhembus. Udara dingin ini menjadi penghiburan bagiku sehingga bagiku saat itu panasnya Kupang tidak menyakitkan. Bagiku saat itu, panasnya kota Kupang tidak menyakitkan.

Tentang air yang sulit didapat

Pulau Timor adalah pulau karang, sehingga untuk mencapai sumber air harus dibuat sumur yang sangat dalam. Itu bayanganku semla. Ternyata ada banyak sumber mata air di kota Kupang dan sekitarnya. Banyak tempat di Kupang yang diberi nama dengan awalan Oe, yang berarti air. Ada Oeba, Oesapa, Oebufu, Oenesu, Oepura, dan banyak lagi. Ada lagi tempat yang diberi nama Air Mata, dan Fonten yang tentunya berasal dari kata fontain. Dari mata air-mata air inilah, air didistribusikan ke rumah-rumah penduduk. Memang pada bulan-bulan tertentu, aliran air tidak lancar. Tetapi karena aku tinggal di rumah dinas milik pemerintah, nyaris aku tidak pernah mengalami sulit air. Pada saat sulit air, ada truk yang mengantarkan air bersih. Bagiku saat itu, Kupang menyegarkan dan tak membuatku haus.

Ada banyak sumber-sumber air di sekitar kota Kupang dan biasanya menjadi tempat tujuan wisata. Seperti mata air di tempat lain, letaknya ada di ketinggian yang dipenuhi oleh pohon-pohon besar, kemudian mengalir melalui batu-batuan ke bawah membentuk air terjun. Ternyata di pulau Timor tempat ini ada banyak dan masih asri, belum banyak disentuh oleh manusia. Bagiku saat itu Kupang menjadi tempat wisata yang menyenangkan.

Hal-hal tak terduga di atas membuat hidupku di Kupang selama 2 tahun menjadi bagian hidupku yang sangat mengesankan.... Aku tidak pernah menyesali keputusanku memilih NTT sebagai tempat WKS (wajib kerja sarjana) ku. Bae, sonde bae, Tanah Timor lebe bae.

Melinda

3 Response to "Bagiku saat itu, Kupang ......."

  1. Melinda says:
    23 Maret 2009 pukul 21.01

    Aku menyadari, banyak tempat di NTT yang jauh dari sumber air. Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk meremehkan masalah sulit air di NTT. Tapi untuk menunjukkan bahwa NTT ternyata tidak seburuk bayangan orang.

  2. Anonymous Says:
    29 Maret 2009 pukul 08.12

    sekarang sumber air su dekat .. b sekarang sonde susah cara air lai untuk bantu mama .. berkat AQUA DANONE

  3. Melinda says:
    29 Maret 2009 pukul 20.17

    Masih banyak tempat yang belum dijangkau AQUA...

Posting Komentar