,
      
Kegiatan-kegiatan gereja selama Pekan 
Suci ini berangsung biasa. Kamis malam tetap diadakan ibadah Kamis 
Putih, demikian pula Kamis pagi tetap diadakan kegiatan gerejawi, yakni 
pembaruan janji imamat bagi semua pastor Katolik. Kami tidak ikut Kamis 
Putih di Katedral malam itu, sekalipun kami tinggal di Katedral. Kami 
diajak Romo Bernard Kerans ke Stasi (bakal Paroki) sedikit keluar kota, 
di pedesaan. Ia memimpin ibadah Kamis Putih di gereja yang dikelilingi 
hutan itu hingga pukul 21 lewat. Gereja kecil, namun penataan ibadahnya 
inspiratif sekali. Biasanya, yang inspiratif dianggap tidak alkitabiah. 
Atau, ada juga anggapan bahwa Alkitab tidak memberikan inspirasi bagi 
drama-drama liturgis. Tetapi di Stasi ini, warga desa tersebut membuat 
ibadah yang inspiratif dan sekaligus alkitabiah, sehingga ibadah membawa
 kita lebih memahami kisah malam terakhir Yesus itu sebagaimana 
kesaksian Alkitab. Para penulis Alkitab adalah memang penulis naskah 
terbaik bagi ibadah-ibadah gereja.
Setelah Kamis Putih, gereja tetap 
terbuka untuk tuguran (berjaga semalaman). Pengurus gereja membagi 
kelompok-kelompok umat untuk berdoa dan bermazmur setiap satu jam dari 
pukul 22 hingga pukul 18. Semua gereja di Flores bertugur malam itu – 
juga di katedral tempat kami menginap.
Tuguran (berjaga) sepanjang malam sejak 
Kamis Putih hingga Jumat dini hari tidak menyurutkan niat dan semangat 
umat dan para peziarah di Larantuka untuk melakukan devosi jalan salib. 
Devosi tersebut dilakukan sejak pukul 07.00 dan berlangsung sekitar 100 
menit. Nyanyian-nyanyian paduan suara acapella bergaya Flores 
yang syahdu mengiringi devosi membawa kami di katedral pagi itu semakin 
mendekatkan pada peristiwa salib dua ribu tahun lalu di Palestina.
Setelah devosi jalan salib hari Jumat 
pagi, ratusan ribu peziarah berbondong ke pinggir laut dan pelabuhan. 
Mereka menyambut dan mengiringi Tuan Menino (Bayi Yesus) yang akan 
dibawa dari kapelanya ke kapela Tuan Ana. Menyusuri laut dengan kapal 
kayu yang dikayuh, pukul 12.00 Tuan Menino dibawa dalam prosesi laut 
dengan perarakan yang sangat besar. Para peziarah mengikuti dari 
belakang. Laut dipenuhi puluhan, mungkin ratusan, kapal besar dan kecil 
dengan ratusan ribu peziarah. Sepanjang bibir pantai sepanjang sekitar 2
 km juga dipenuhi ratusan ribu peziarah darat. Semuanya berjalan dengan 
khidmat. Selama sekitar 2 jam itu, kami menyaksikan dan ikut serta dalam
 sebuah “pesta laut” yang luar biasa. Ziarah laut selesai setelah Tuan 
Menino ditakhtakan di kapela Tuan Ana. Warga dapat menziarahinya hingga 
hari Sabtu.
Perarakan peti Tuan Ana dan patung Tuan 
Ma dilakukan sejak pukul 14.30 pada hari Jumat Agung. 
Perarakan dimulai 
dari kapela Tuan Ana dan kapela Tuan Ma yang saling berdekatan itu 
diiringi dengan paduan suara Ma-ma Muji menuju Gereja Katedral 
Larantuka. Begitu Tuan Ana dan Tuan Ma memasuki katedral, kebaktian 
Jumat Agung dimulai. Di Katedral berlangsung pada pukul 15.00 hingga 
sekitar pukul 17.30.
Seselesai ibadah umat melakukan ziarah 
kubur keluarganya masing-masing untuk menyalakan lilin. Makam    
menjadi   sangat   banyak   pengunjung  dan pusara-pusara terang 
benderang dengan nyala lilin. Anggota-anggota keluarga reuni di sekitar 
pusara. Dalam keyakinan akan kebangkitan orang mati, Paska dihayati 
sebagai perayaan bersama orang hidup dan orang yang telah meninggal.



0 Response to "BERPROSESI JUMAT AGUNG BERSAMA ORANG NAGI DI LARANTUKA (3)"
Posting Komentar