BERPROSESI JUMAT AGUNG BERSAMA ORANG NAGI DI LARANTUKA (1)

Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, telah memuaskan dahaga spiritual kami di tengah rutinitas kesibukan. Setelah 20 tahun kerinduan itu tertahan karena Paska di gereja, maka Pekan Suci 2013 lalu kami berkesempatan mengikuti prosesi Jumat Agung di Larantuka, sebuah kota kecil di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Setibanya kami di “gerbang” kota Larantuka yang panas, yakni Keuskupan Larantuka, terasa sekali suasana berbeda dari suasana sesehari di Jakarta. Ada suasana sukacita, tetapi tenang dan damai, tidak ada kegaduhan. Ya, karena hari-hari itu adalah hari bae (waktu bagus) bagi orang nagi (sebutan untuk orang Larantuka), atau semana santa (pekan suci) bagi setiap umat Kristen dan secara khusus dan istimewa bagi kota Larantuka.

Mayoritas penduduk Larantuka adalah Katolik Roma, sebagian lagi Islam. Suasana Katolik sangat kental terasa, seperti banyaknya gereja, imam, dan suster. Selain itu, suasana Portugis juga terasa di makam yang berhiaskan pusara-pusara indah. Beberapa pusara makam juga dilengkapi dengan lampu penerang.

Di Larantuka, umat siap menyambut hari bae yang terjadi setiap tahun menjelang Paska tersebut. Umat juga menyambut para peziarah dari segala penjuru dunia, baik orang asing maupun orang Larantuka yang pulang ke kampung halaman khusus untuk ini. Banyak orang Larantuka yang bekerja di kota, pulau, bahkan negeri lain. Pintu-pintu rumah, susteran, keuskupan, katedral dibuka sebagai tempat menginap para peziarah, asal telah memesannya setahun di muka. Kamar hotel dan tiket pesawat tak tersisa sejak lama sebelum hari bae tiba.

Kami beruntung dapat tempat di Katedral. Disambut oleh Romo Bernard Kerans Pr., pengurus tamu di Katedral, kami dapat tidur di kamar-kamar Pastor yang sekali waktu bertugas ke Katedral.

Semana santa di Larantuka adalah memang sebuah panggilan berziarah. Keikutsertaan kita bukan karena dorongan sesaat, dan tidak pulang terburu-buru. Beberapa teman kami yang sekonyong-konyong tertarik untuk ikut beberapa hari sebelumnya, tidak memperoleh tiket. Beberapa peziarah yang kami jumpai di Larantuka bercerita bahwa mereka telah menyiapkan keberangkatannya dan niatnya sejak setahun lalu. Peziarah harus sudah punya jadwal pesawat dan penginapan. Ini bukan sebuah pelesiran, jalan-jalan biasa, atau sekadar kunjungan ke rumah teman. Ini adalah sebuah perziarahan rohani menghayati karya Allah di Larantuka ratusan tahun yang lalu.

Konon tradisi prosesi Jumat Agung ini dilakukan pertama kali pada 24 Maret 1599. Tujuh bulan sebelumnya, Benteng Lohayong di Solor, pusat Misi Dominikan waktu itu, dikepung dan diserang musuh.  Banyak orang Katolik dan imam yang mati terbunuh. Penderitaan itu berakhir pada Maret 1599 setelah serangan bantuan tentara Portugis. Maka semana santa tahun itu – setiap tahun sebelumnya memang telah ada perayaan semana santa kecil-kecilan – dirayakan dengan lebih meriah. Berziarah di Larantuka merupakan tapak tilas karya Tuhan di Larantuka sejak abad ke-16 dan menghidupi keyakinan tersebut setiap tahun hingga kini.

Kini, ditambah dengan banyak unsur sejarah, budaya lokal, dan penyebaran lembaga-lembaga misi Katolik setempat, telah menjadikan kota Larantuka sebuah oasis perziarahan selama pekan suci setiap tahun bagi banyak orang. Inilah yang membuat prosesi di Larantuka, puncak segala aktivitas perziarahan pekan suci ini, unik.

0 Response to "BERPROSESI JUMAT AGUNG BERSAMA ORANG NAGI DI LARANTUKA (1)"

Posting Komentar