Edu Pah, orangtua angkatku

Hari terakhir libur Paskah 1992 kupakai untuk menemani Siriet ke Puskesmasnya di Tarus yang ternyata masih tutup karena karyawan libur juga. Karena sudah kadung sampai Tarus, kami mencari rumah Pak Edu Pah yang berada di Tarus juga. Beliau adalah seorang pembuat dan pemain sasando. Beberapa waktu sebelumnya memang aku bermaksud menemuinya untuk minta diajarkan bermain sasando.

Kejutan bagi saya ketika Pak Edu Pah dan istrinya menyambut kedatangan kami dengan penuh sukacita. Baru berbasa-basi sedikit, kami langsung dibawa ke kebunnya yang berada di belakang rumah. Area tempat tinggal Pak Pah (begitu aku selanjutnya memanggilnya) sangat luas. Rumahnya sendiri sudah besar, lalu dikelilingi oleh kebun buah yang sangat besar. Segala macam pohon buah ada di sana, termasuk buah matoa asal Papua yang saat itu belum populer. Begitu kami duduk, langsung kami dipetikkan buah kedondong, jambu air, jeruk purut dan jeruk peras. Bahkan, kalau tidak kami tolak dan beliau berpikir akan merepotkan kami untuk membawanya pulang, kami akan dibawakan masing-masing 2 buah kelapa muda.

Selain pohon buah-buahan, di kebun itu ada juga tanaman kangkung, pisang, mangga, coklat, teratai 3 warna, duren, rambutan, 18 jenis pohon jeruk, pandang, kelengkeng...wah tidak ingat lagi. Yang pasti sangat banyak macamnya. Di kebun itu juga ada 3 buah kolam ikan dan isinya bermacam-macam ikan. Kami diajak duduk-duduk di bawah pepohonan dan ngobrol. Selama ngobrol, kami disuguhi kacang goreng dan coklat susu. Aku merasa takjub, Pak Pah dan istri begitu terbuka kepada kami, dan kami merasa betah-betah saja berada di sana.

Pak Pah yang berusia sekitar 60-an saat itu berasal dari Pulau Rote. Beliau adalah seorang seniman dan mempunyai 7 orang anak yang semuanya seniman, ada yang bermain musik, menyanyi dan menari. Beliau-lah yang menata anjungan NTT di Taman Mini Indonesia Indah. Informasi ini kudapat dari bincang-bincang akrab sepanjang pagi hingga siang hari itu. Dalam sekejap mata, kami merasa sudah seperti menjadi anak mereka.

Siang harinya kami diajak pergi ke Pantai Lasiana yang berjarak 500 meter dari kediaman Pak Pah. Untuk mencapainya, kami harus menyeberangi Jalan Raya SoE. Kami dibawa ke sana untuk diperlihatkan sasando buatannya yang disimpan di pub-nya di Lasiana. Di pub itu kami dijamu lagi dengan jagung bakar, mi goreng plus telur ceplok. Yang mengejutkan kami, ketika bepapasan teman-temannya di Lasiana, Pak Pah memperkenalkan kami sebabai anak-anaknya yang disekolahkan kedokteran gigi di Pulau Jawa dan baru pulang kembali!

Kami berada di Lasiana hingga pukul 3 siang. Kami pulang ke arah barat sedangkan Pak Pah dan istri ke arah timur. Untuk mendapatkan bemo (istilah orang Kupang untuk angkot), kami harus kembali menyeberangi Jalan Raya SoE. Ada hal mengharukan lagi, kami diantar menyebrangi jalan dan ditunggui sampai kami mendapat bemo.

Perjumpaan pertama yang sangat berkesan. Saat itu aku baru 2 bulan berada di Kupang dan aku mendapat orangtua baru. Rasanya menyenangkan sekali. Setelah itu masih berulang-ulang aku bersama Dewi mampir ke rumahnya, 1 atau 2 kali seminggu untuk belajar sasando. Kenyataannya, hingga selesai masa baktiku di Kupang, aku sama sekali tidak bisa bermain sasando. Sebab aku lebih banyak bermanja-manja kepada orangtuaku daripada belajar. Sekali waktu kami diajari 1 lagu, lalu Pak Pah meninggalkan kami agar kami mempelajari lagunya. Permainan kami begitu bagusnya sehingga Pak Pah keluar karena terkejut dengan perkembangan kemampuan salah satu dari kami! Sebetulnya bukan salah satu dari kami yang trampil, tapi kami berdua memainkannya secara patungan : aku memainkan bagian tangan kanan sedangkan Dewi memainkan bagian tangan kiri....jadilah permainan yang mempesona! Dasar anak nakal .....

Pengalaman bersama Pak Pah merupakan nilai tambah pada masa wajib kerjaku selama 2 tahun di Kupang. Setelah aku pulang ke Jakarta, kami masih melakukan korespondensi. Terakhir, aku mendengar Pak Pah sakit, setelah itu suratku tidak berbalas...bertahun-tahun kemudian hingga saat ini, aku tidak tahu kabar orang tua angkatku itu...

Melinda

0 Response to "Edu Pah, orangtua angkatku"

Posting Komentar