Penghuni rumah

Berada di tempat yang jauh dari keluarga dalam jangka waktu yang panjang kadangkala membuat hati dan pikiran menjadi kesepian. Pada saat-saat seperti ini, menulis surat atau membaca ulang surat-surat, mendengarkan kaset atau membaca bahkan tidak bisa menghilangkan rasa kesepian. Jangan heran kalau kemudian ada hal-hal aneh yang terjadi, mulai dari imajinasi ngawur hingga persahabatan dengan binatang.

6 bulan pertama, aku tinggal di sebuah rumah di daerah Oeba yang kukontrak bersama Dewi. Rumah kecil yang terdiri dari kamar tamu, 3 buah kamar tidur, ruang makan dan dapur serta kamar mandi dengan bak air besar yang berada di luar bangunan rumah utama. Rumah berdinding bebak (bahasa Kupang yang berarti batang daun lontar), berlantai semen dan beratap daun lontar. Bentuk rumah seperti ini adalah bentuk umum yang ada di Kota Kupang. Batang daun lontar yang disusun berderet secara vertikal membuat sirkulasi udara yang baik di dalam rumah, sehingga rumah terasa sejuk.

Aku mendapatkan kamar yang ada di depan, Dewi mendapat kamar tengah, persis di belakang kamarku. Sedangkan kamar yang satu lagi kami gunakan sebagai gudang. Kami memperlakukan rumah kontrakan ini sama seperti rumah kami sendiri. Kami memeliharanya dengan baik dan menjaga kebersihannya bersama-sama. Sebelum berangkat kerja, kami bersama-sama menyapu, mengepel, melap perabotan. Ada satu tempat yang membuat kami segan membersihkannya, sebisa mungkin kami menghindari bagian ini, yaitu kamar tidur yang kami gunakan sebagai gudang. Kami merasa tidak nyaman kalau berada di kamar itu.

Suatu kali, Dewi mendapat tugas untuk mengikuti pelatihan selama 2 minggu di Jakarta. Aku tinggal sendirian. Pada hari Minggu aku menyaksikan TV yang ada di kamar Dewi sambil tidur-tiduran di tempat tidurnya, hingga jatuh tertidur. Tiba-tiba aku terbangun karena lapar dan menyadari TV dan booster mati. Anehnya, TV tidak dalam posisi stand-by dan kain penutup sudah terpasang rapi menutupi TV. Siapakah yang merapikan ini semua? Apakah ada penghuni rumah selain aku? Besoknya, dan hari-hari selanjutnya hingga tiba waktunya Dewi pulang, aku tidak berani tinggal di rumah itu sendirian. Karena itu aku menginap di tempat kost Siriet.

Rumah berikutnya yang aku diami selama di Kupang adalah rumah dinas SPRG yang berada di lokasi sekolah dan asrama siswa SPRG dan SMF. Aku menempati rumah di sudut dengan kolam kering di belakangnya. Beberapa minggu sebelum aku memasuki rumah itu, ada kejadian-kejadian aneh yang terjadi di asrama puteri SPRG. Beberapa siswi yang bangun dari tidurnya mendapati dirinya sudah tidak berbusana dan pakaiannya sudah terlipat rapi di atas meja. Rupanya ada penghuni porno di asrama SPRG.

Ada lagi cerita-cerita tidak masuk akal yang dialami siswa-siswa SPRG di rumah yang akan kumasuki (mereka tinggal di sana ketika asrama putera belum jadi). Aku lebih takut pada cerita tentang napi yang kabur dari LP yang berjarak 1 km dari SPRG dan beberapa kali kedapatan melompati tembok di belakang rumahku. Aku pasti akan mati berdiri bila ada napi yang menawarkan diri untuk menjadi penghuni baru di rumahku.

Memang ada rasa ngeri di hati, tapi tekadku sudah bulat untuk pindah ke rumah dinas. Dan memang akhirnya setelah aku menempati rumah itu, bisa dibilang aku tidak mengalami kejadian apa-apa. Hanya satu kali, ketika sedang istirahat siang, aku merasa dibangunkan oleh seseorang. Karena masih mengantuk, aku tidak mampu membuka mata apalagi untuk duduk. Tapi aku merasa di ujung kakiku berdiri suatu makhluk besar hitam yang menahan tubuhku sehingga tidak bisa bangun. Penghuni gelap? Ah... aku cenderung menduga itu hanya bayangan yang muncul akibat kesadaranku saat itu masih belum pulih saja. Tentu saja dalam keadaan belum sadar, tubuh akan sulit mengikuti keinginan pikiran.

Suatu kali, Arief dan Haryanto, rekan sesama peserta prajabatan yang ditempatkan di TimTim mengunjungiku. Keduanya mengaku dapat melihat makhluk dari dunia lain dan menurut mereka memang rumah dinasku itu ada 'penunggunya'. Entah sekedar menghiburku atau memang kenyataan, mereka mengatakan bahwa 'penunggu' ini tidak akan mengganggu penghuni rumah, malah melindungi. Persetan dengan penghuni yang mau menunggui rumahku....

Beberapa bulan sebelum aku mengakhiri masa wajib kerjaku, rumahku didatangi penghuni baru. Penghuni yang betul-betul nyata sosoknya dan membuatku betah tinggal di rumah. Kedatangannya sangat tiba-tiba, tanpa basa-basi dan membuatku terkejut. Dia memasuki rumahku ketika aku sedang pergi. Aku sungguh-sungguh berteriak kaget ketika pulang dan mendapatinya di ruang tamu. Sosoknya yang mengerikan betul-betul membuatku lemas.

Untuk pertamakalinya dalam hidupku, aku melihat TOKEK dan apesnya, jenis tokek yang kulihat saat itu jenis yang mengerikan. Tekstur kulitnya bergerigi mirip iguana, berwarna coklat tua dan saat kujumpai sedang menempel di dinding yang berhadapan langsung dengan pintu masuk. Saat itu aku tidak tahu makhluk apa yang menempel di dinding itu. Besok paginya, saat dia berbunyi "krrr....krrrr....tk...tk...tokek" barulah aku mengetahuinya. Perlu waktu beberapa hari bagiku untuk membiasakan diri dengan penghuni baru itu.

Rupanya si tokek merasa betah tinggal bersamaku. Kebersamaan kami cukup membuatku kadang-kadang ingin cepat-cepat pulang untuk melihat temanku yang satu ini. Meskipun kami tidak dapat saling berkomunikasi, rasanya ada ikatan halus di antara kami. Kira-kira 2 bulan dia menemaniku sebelum dia pindah ke rumah sebelah. Sesudahnya, hingga saat ini aku tidak pernah lagi melihat tokek dengan bentuk seperti itu.

Penghuni lainnya adalah seekor kodok yang bermukim di pinggir kolam kering di belakang rumah. Dia muncul pertama kali pada awal musim hujan bulan Oktober 1992. Suaranya yang besar, kadang-kadang mengiringi suara air hujan di malam hari, membuatku tidak merasa kesepian. Dan pengalaman inilah yang memberi pencerahan padaku, bahwa usia kodok itu bisa lebih dari 1 tahun, sebab si kodok ini tidak pernah pindah dari kolam kering itu dan terus berbunyi hingga musim hujan tahun berikutnya berlalu.

Melinda

0 Response to "Penghuni rumah"

Posting Komentar