Kampanye Pemilu 1992

Pemilu sudah usai. Kejadian-kejadian selama masa kampanye dan pemilu baru lalu mengingatkanku pada pemilu tahun 1992 saat aku masih menjadi PNS dan dengan sendirinya menjadi anggota Korpri. Sudah menjadi rahasia umum waktu itu, pengertian mono loyalitas tunggal Korpri berarti loyal pada Golkar. Rahasia yang baru aku pahami ketika mengikuti latihan prajabatan sebelum berangkat ke Kupang. Meskipun menurut teori, mono loyalitas menjurus pada kesetiaan kepada bangsa dan negara, secara blak-blakan para fasilitator menegaskan kesetiaan kepada bangsa dan negara otomatis berarti kesetiaan kepada Golkar.

Pertengahan Mei 1992 merupakan masa kampanye menjelang Pemilu. Suatu siang ketika aku sedang 'leyeh-leyeh' di kamar kontrakanku di Oeba, tetangga belakang memanggil-manggil aku dan Dewi. (Rumah-rumah di Oeba umumnya tidak berpagar, jadi dari pintu belakang rumah kontrakanku, aku bisa berbicara dengan tetangga belakangku dan sebaliknya). Tetanggaku yang satu ini pegawai Kanwil DepKes NTT. Dia memberitahu bahwa siang ini ada kampanye Golkar dan semua pegawai harus datang dan ada absensi. Karyawan SPRG tidak sempat diberitahu, karena tidak ada jaringan telepon.

Akhirnya dengan rasa kesal karena harus meninggalkan waktu istirahatku, aku dan Dewi berangkat menuju lapangan A. Yani yang tidak jauh dari Oeba. Saat itu pukul 3 siang, panas matahari terasa menyengat. Untungnya, di lapangan tersebut masih ada pepohonan yang cukup rindang dan kami mendapat tempat berdiri di dalam bayang-bayang rimbunan daun. Aku tidak tahu apa yang dikampanyekan karena sepanjang acara kami membuat kegiatan sendiri. Ujung-ujungnya...tidak ada absensi!

Ada beberapa cerita lain tentang musim kampanye 1992. Suatu hari, siswa-siswi SPRG diliburkan dan dikerahkan untuk mengikuti kampanye Golkar. Sakit hatinya, hari itu sebetulnya ada ulangan pelajaran yang aku berikan. Batal! Cerita lainnya terjadi beberapa hari sebelum pengerahan siswa-siswi SPRG, ada pegawai Puskesmas Tarus yang dipanggil oleh Camat Tarus karena ada desas-desus pegawai itu mengikuti kampanye PDI. Emangnye kenape?

Cerita-cerita di atas tentunya merupakan cerita biasa kalau dibaca saat ini. Tapi bagiku saat itu yang baru pertama kali mengalami pemaksaan untuk setia pada Golkar, huuh... benar-benar menyebalkan. Saat itulah untuk pertama kalinya aku menjadi Golput. Djoni yang tahu aku akan menjadi golput, mengingatkanku bahwa kertas suara sudah diberi tanda, jadi yang tidak memilih Golkar akan ketahuan. Akibatnya akan mempengaruhi karir sebagai PNS. Oooo.... pantas...2 tahun kemudian, aku dengan mudahnya mendapat rekomendasi untuk keluar dari PNS, juga keluar dari Kupang.....

Melinda

0 Response to "Kampanye Pemilu 1992"

Posting Komentar