Saigon, di mata pengelana yang datang untuk pertama kalinya

Libur sekolah tiba! Setelah direncanakan 8 bulan sebelumnya, kami berangkat dari Jakarta menuju Ho Chi Minh (Saigon) dengan Lion air dengan harga yang murah. Untuk berangkat cuma 600 ribu + pajak, jadi sekitar 1,5 jt. Pulangnya nanti sedikit lebih mahal, tapi bisa dibilang murah juga. Total untuk pulang pergi ber3 tidak sampai 10 juta. Kalo tidak ada penerbangan murah ini, rasanya kami tidak mungkin berlibur ke Vietnam. Kami transit di Singapura. Penerbangan ke Singapura tanpa makan, tapi dari Singapura ke Saigon dapat makan. Padahal, harga tiket Singapura - Saigon 0,-. + pajak 400 rb.


Sampai di Saigon, kami masih belum terbiasa dengan mata uang Dong, jadi sempat tertipu oleh supir taksi. Dia menawarkan taksi sampai ke hotel seharga 900.000 dong. Itu sama dengan 540.000 rp! Aje gile.... tapi justru itu jadi pelajaran untuk perjalanan selanjutnya. Sepanjang jalan kami mengutuk supir taksi itu jadi kebo, dalam bahasa ibu tentunya. Menurut teman, seorang Indonesia, yang 10 tahun lalu pernah tinggal ke Vietnam, orang Vietnam paling takut kalo dikutuk jadi kebo. Setelah itu, setiap kali kami ketemu kebo di jalan, kami mengingat supir taksi itu, dan berolok-olok, "Itu dia supir taksi bandara yang menipu kita!"

Siang di Saigon, kami makan pho, makanan khas Vietnam. Pho adalah mi yang terbuat dari tepung beras. Pho direbus, diberi daging dan daun-daunan beraroma seperti daun bawang, mint, kemangi, daun ketumbar, daun yang baunya seperti minyak telon, ditambah bawang bombay dan kecap ikan. Aromanya menggoda dan rasanya juga enak.

Sorenya, kami jalan-jalan ke pasar malam. (Kusebut sore, meskipun sudah jam 6, sebab saat itu matahari masih ada, tenggelam menjelang jam 7). Masih ada kegiatan pasar tradisional, sebagian mulai bersiap-siap untuk tutup. Di pasar ada banyak penjual buah-buahan yang sering dijumpai di Indonesia dengan ukurannya berbeda. Lengkeng, sawo di sini besar-besar, tapi nanas kecil-kecil. Sedikit dibesar-besarkan, sawo dan nanas di sini ukurannya sama.

Setelah gelap, di bagian luar pasar tradisional mulai ramai dengan kegiatan pasar malam. Ada banyak warung tenda seafood. Kami makan bekicot rebus, karena masih kenyang pho tadi siang. Ada lagi yang kami makan : hot dog ala vietnam yang terbuat dari roti keras seperti pentungan (roti asal Perancis) yang dibelah dan diisi daging, daun-daunan seperti yang terdapat pada pho, diberi saus ikan dan pasta daging. Belakangan, kami ketahui makanan ini bernama Bahn Mi. Rasanya enak. Haha... setelah beberapa hari di Vietnam nantinya, kami merasa semua makanan Vietnam enak!

Ada yang khas di Saigon, yaitu lalu lintasnya yang dipenuhi oleh motor. Jumlahnya banyak sekali, dan jumlahnya meningkat pada saat pulang kerja. Duapertiga jalanan dipenuhi oleh motor. Keliatannya, seperti di Tangerang, motor merupakan raja jalanan. Peraturan lalu lintas tidak terlalu dipatuhi. Semrawut! Selain motor, yang khas di Saigon adalah taman kotanya. Meskipun penuh bangunan dan kendaraan bermotor, taman kota juga banyak. Beda dengan jakarta, yang makin lama jumlah taman kota apalagi hutan kotanya makin sedikit.

23 Juni 2008
Melinda

0 Response to "Saigon, di mata pengelana yang datang untuk pertama kalinya"

Posting Komentar