Selain makanan dan tempat wisata, alat transportasi adalah salah satu hal yang menjadi obyek wisata kami setiap kami bepergian ke suatu tempat. Setiap alat transportasi unik di suatu tempat pasti menarik minat kami untuk menaikinya. Berikut ini catatan tentang pengalaman kami menaiki beberapa kendaraan selama cuti di Thailand.
Kendaraan lain yang bisa ditumpangi untuk menempuh jalan darat di dalam kota adalah bis kota. Bentuknya seperti metromini di Indonesia. Bedanya, karcis dibeli di loket, ada kepastian mengenai waktu pemberangkatan dan tidak berdesak-desakan.
Selain bis berbentuk metromini, ada lagi bis yang berbentuk seperti truk mini. Penumpang didudukkan di bak belakang yang telah dipasangi bangku panjang berhadapan. Seperti tuk tuk, hanya ada penutup atas, sehingga angin dapat masuk dari samping. Ada lagi sejenis angkot yang didisain seperti bis truk mini, dengan bukaan di samping untuk aliran angin.
Untuk jarak jauh, ada bus mini yang ber-AC. Bus mini itu mirip travel di Indonesia yang digunakan untuk menempuh perjalanan antar kota. Kami beberapa kali menumpanginya, yaitu dari Bangkok menuju Kanchanaburi dan dari Chumpon menuju pelabuhan ferry. Cukup nyaman untuk perjalanan beberapa jam, namun tidak cukup nyaman bagi kaki untuk perjalanan lebih dari 4 jam, karena tidak bisa diselonjorkan.
Di Koh Samui, ada kendaraan antar kota yang disebut taksi. Meskipun antar kota, waktu tempuhnya tidak dalam hitungan jam, karena Koh Samui adalah pulau kecil. Bentuknya seperti colt dengan bak terbuka. Di bak itulah penuumpang duduk di bangku yang dipasang sejajar. Untungnya udara Koh Samui belum tercemar polusi, sehingga menumpang taksi gaya Samui itu bukan masalah bagi kami.
Perjalanan terjauh kami dengan kendaraan adalah perjalanan dari Bangkok menuju Chumpon dengan kereta api. Kami melalui satu malam di kereta api, karena itu kami mengambil gerbong sleeper train. Pada jam tidur, bangku-bangku di gerbong ini disulap menjadi tempat tidur susun bertirai. Cukup nyaman dan bebas gangguan dari luar. Satu-satunya gangguan berasal dari dalam diri kami berupa kecemasan kami kalau-kalau stasiun Chumpon terlewat saat kami tertidur.
Karena hampir setiap hari cuti kami di Thailand berhubungan dengan air, hampir semua kendaraan air pernah kami tumpangi. Kendaraan air pertama yang kami tumpangi adalah ferry Sungai Chao Phraya yang rutenya menyusuri sungai yang membelah kota Bangkok dan berhenti di beberapa halte di tepi sungai. Ferry ini merupakan kendaraan umum masyarakat kota Bangkok. Bentuknya seperti sampan besar yang diberi atap pelindung.
Selain itu, ada lagi ferry yang menghubungkan Thailand bagian Asia daratan dengan pulau-pulau kecil yang berjarak cukup jauh. Perlu waktu beberapa jam untuk menempuhnya. Bentuknya seperti ferry yang lazim ada di Indonesia, ada ruangan khusus penumpang yang nyaman dengan pendingin udara, video dan kantin kecil.
Untuk rute pendek dengan jarak tempuh dalam hitungan menit, digunakan longtail boat. Perahu ini banyak dijumpai di Pantai Aonang, berfungsi sebagai kendaraan umum yang dapat dimuati 6 hingga 8 penumpang. Dari Pantai Aonang ada beberapa rute longtail boat ke pulau-pulau di seberangnya. Tiket perahu dijual untuk rute pergi pulang.
Dalam wisata ke Taman Nasional di pulau Ang Thong, kami menyeberangi laut dengan sebuah speed boat kayu. Interior kapal memang dibuat khusus untuk wisatawan, jadi ada meja makan memanjang. Di bangku-bangku yang berada di sekitar meja makan itulah penumpang duduk untuk makan, mendengarkan pemandu wisata, ngobrol dan tidur. Tersedia juga sejumlah kayak berikut jaket pelampung yang dapat digunakan untuk berwisata di sekitar batu-batuan yang ada di perairan dangkal.
Ada satu kendaraan khas Thailand yang kami tumpangi saat trekking di sebuah hutan, yaitu gajah. Pengalaman ini sangat berkesan mendalam bagi kami, karena selain baru pertama kali mengalaminya, juga daerah jelajahnya tidak biasa. Kami merasa beruntung karena mendapatkan kesempatan naik gajah di habitatnya, bukan di kota besar dengan pernak-pernik yang menghiasi tubuhnya. Ada pengalaman digoncang-goncang saat gajah harus meniti tanjakan, turunan atau mencabut rumpun tanaman yang menghalangi jalannya. Pengalaman satu jam yang berkesan.
Ada saat kami harus menempuh perjalanan yang tidak bisa ditempuh dengan kendaraan apapun, ketika kami harus menaiki 200-an anak tangga curam di Tiger Cave Temple. Atau saat mendaki dan menyusuri sungai untuk mencapai air terjun. Mau tidak mau, sandal gunung menjadi satu-satunya pilihan kami. Sandal gunung memang wahana paling nyaman untuk bepergian ke manapun, jalan mulus, berbatu, berlumut, berpasir, berair, datar, bergelombang, menanjak, maupun menurun. Mungkin hanya diriku yang menganggap sandal gunung sebagai alat transportasi.....
Melinda