Salah satu pengalaman menarik kami di Thailand adalah mandi di Stasiun Kereta Api Hualamphong, Bangkok. Jangan bayangkan toilet di Stasiun Gambir. Toilet di Hualamphong sangat bersih dan terawat. Dengan membayar 20 baht (sekitar Rp 6.000,-), toilet ini dapat dimanfaatkan untuk buang air, mandi, sikat gigi dengan nyaman. Pengalaman ini adalah salah satu kenekadan kami selama di Thailand. Kami membatalkan rencana menginap di Bangkok 1 malam lagi setelah pulang dari Kanchanaburi sebelum melanjutkan perjalanan ke arah selatan, tepatnya ke Chumphon yang dilalui kereta api juga sebelum menuju Ko Tao, salah satu pulau di Teluk Thailand.
Ketika kami berada di luar Stasiun Hualamphong, ada seorang perempuan yang menghampiri kami dan menanyakan tujuan kami. Sepertinya calo. Bedanya dengan calo di Indonesia, orang ini tidak memaksa atau membututi kami terus menerus. Kami tidak merasa terganggu dengan calo ini. Di dalam stasiun yang ukurannya sangat besar, ada beberapa orang berseragam yang salah satunya menyapa kami dengan bahasa Inggris yang sangat baik. Rupanya ini adalah customer service stasiun. Dari orang ini kami mendapat informasi mengenai tiket kereta yang harus kami beli berikut kelas yang tersedia, harga, waktu keberangkatan serta waktu tempuh. Dari orang ini pula kami mengetahui bahwa di stasiun ini kami dapat membeli tiket terusan hingga Koh Tao, artinya selain tiket kereta api, kami bisa membeli tiket ferry plus mobil jemputan dari stasiun sampai dermaga ferry. Enaknya menjadi turis di Thailand......
Setelah tiket sleeper train (yang gambarnya ada di bagian atas kiri tulisan ini) ada di tangan, masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum keberangkatan kereta. Berarti cukup waktu untuk mandi dan makan malam. Mandi di stasiun kereta api! Sebuah pengalaman yang belum pernah kami alami sebelumnya, mandi dalam arti sesungguhnya! Tubuh terasa benar-benar segar dan bersih setelah mandi. Berbeda dengan pengalaman mandi koboi di Hoi An tahun lalu.
Di Stasiun Hualamphong, seperti umumnya stasiun kereta api lainnya, banyak dijumpai kios makanan. Ada banyak pilihan makanan. Kami memilih makan di foodcourt yang menjual makanan-makanan khas Thailand.
Ada hal unik yang terjadi tepat pk. 18.00. Sebuah lagu dikumandangkan, dan semua orang (kecuali turis asing, mungkin) berdiri tegak dengan sikap hikmat hingga lagu berakhir. Setelah beberapa hari di Thailand, kami baru mengerti. Rupanya setiap hari, pada pk. 18.00 lagu kebangsaan Thailand dikumandangkan, termasuk di TV dan semua orang harus menghormatinya dengan berdiri tegak. Hal ini mengingatkan kami pada kebiasaan mengheningkan cipta di Indonesia setiap tanggal 10 November yang belasan tahun yang lalu dicanangkan. Kebiasaan yang sulit sekali dibentuk, dan beberapa tahun belakangan malah memudar.
Pk. 19.30 kereta api berangkat. Ketika kami memasuki gerbong, tidak nampak sama sekali gerbong kami adalah sleeper train. Bentuknya sama seperti gerbong lain, dengan bangku yang berhadap-hadapan. Di gerbong itu ada seorang pertapa Budha yang ramah sekali. Dia berusaha menolong kami mencari tempat duduk kami dan menanyakan tujuan kami. Darinyalah, aku mengetahui cara melafalkan Chumphon. Bunyinya sama seperti tulisannya dengan aksen di 'ph', yang dibunyikan seperti yang tertulis, bukan 'f '. Sekitar pk 21.00, ketika kantuk sudah mendera, barulah tempat-tempat tidur dibuka oleh petugas. Tempat tidur dengan sprei, bantal bersarung, selimut serta tirai yang baru dibuka dari kemasan laundry.
Meski tempat tidur cukup nyaman, tidurku tidak nyenyak. Beberapa kali aku terbangun karena kereta berhenti. Setiap kali berhenti, aku melihat jam karena menurut jadwal, kereta akan tiba di Chumphon pk. 3.45. Jangan sampai nanti terlewat! Sekitar pk. 3.30 ada sepasang turis muda yang bersiap-siap turun, membawa ransel dan kopernya, berjalan menuju pintu keluar gerbong yang masih terkunci dan berdiri di depan pintu. Kami juga bersiap-siap, mengikutinya. Hingga pk. 4.30 pintu belum juga dibuka, meski kereta sudah beberapa kali berhenti. Sungguh membingungkan dan tidak ada orang yang bisa ditanya. Pertapa Budha itu berusaha menolong kami dengan melihat nama stasiun tempat kereta berhenti dan menjelaskan bahwa Chumphon masih ada di depan. Namun usaha pertapa ini tidak menghilangkan kebingungan kami.
Hingga matahari terbit, kami masih dalam kebingungan. Akhirnya menjelang pukul 7, kereta api tiba di Chumphon. Rupanya di Thailand berlaku juga kata terlambat dan yang menakjubkan, terlambatnya hingga 3 jam lebih!
Jika mengikuti jadwal, ferry menuju Koh Tao berangkat pk 7.00. Rupanya cukup banyak penumpang kereta yang akan melanjutkan perjalanan ke Koh Tao dengan ferry yang sama dengan kami, jadi keberangkatan ferry ditunda. Jadi keterlambatan kereta api tidak membuat kami ketinggalan ferry yang tiketnya sudah kami beli di Bangkok. Untunglah.....
Melinda
,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
17 Desember 2009 pukul 20.51
wow..pengalaman yg seru, ditungguin feri ;p
salam kenal..