,
(Melinda)
Tidak ada jalan antar kota di Pulau Flores yang lurus, itulah kesimpulan kami setelah menjelajahi separuh pulau ini. Daratan yang dipenuhi oleh gunung, lembah dan bukit di sepanjang Pulau Flores berperan dalam membentuk jalan-jalan antar kota. Ada ratusan tikungan berbentuk tapal kuda dengan sudut yang lebih tajam dibandingkan tikungan tapal kuda di kawasan Puncak dengan kecuraman jalan yang lebih tajam. Bahkan di beberapa tempat dijumpai beberapa tapal kuda yang saling menyambung. Bayangkan pegalnya pinggang yang menyesuaikan posisi duduk di tempat-tempat demikian!
Beberapa kali kami dihibur oleh orang Flores tentang kondisi jalan. Pertama, menurut Andre, supir mobil sewaan dari Ende ke Bajawa, memang jalan antara Bajawa dan Ruteng berkelok-kelok, namun setelah itu dari Ruteng ke Labuan Bajo jalan lebih lancar karena lurus. Kenyataan yang kami jumpai, jalan lurus yang dimaksud itu berkelok-kelok juga!
Kedua, dalam perjalanan dari Bajawa ke Ruteng, bis yang kami tumpangi berhenti di Aimere. Waktu beristirahat yang bermanfaaat setelah perut dikocok-kocok selama 1 jam di jalan berkelok-kelok. Menurut penjual jeruk yang kutanyai di sana, perjalanan dari Aimere ke Ruteng lurus, tidak seperti dari Bajawa ke Aimere. Setelah kami menjalaninya, kami merasakan hal yang sama saja, berkelok-kelok! Rupanya seperti itulah jalan lurus versi orang Flores.
Bagaimanapun berkelok-keloknya, kondisi jalan di Pulau Flores jauh lebih baik dibanding beberapa belas tahun lalu. Hampir seluruh ruas jalan sudah diaspal, meski ada beberapa bagian yang rusak. Kondisi ini sangat bermanfaat bagi pengelana seperti kami, karena sangat menghemat waktu perjalanan. Dahulu, untuk pindah dari satu kota ke kota lain memerlukan waktu satu hari. Selain disebabkan kondisi jalan yang rusak penuh lubang, juga kendaraan umum yang ada tidak memadai. Bahkan, belum tentu ada kendaraan umum yang berangkat setiap hari.
Separah apapun perut dikocok oleh kelokan-kelokan jalan, selalu ada hadiah berupa pemandangan yang indah di tempat tujuan. Bahkan dalam perjalanan ke Riung, sebelum mencapai Riung kami sudah dapat melihat pemandangan pulau-pulau Taman Laut 17 pulau di balik bukit-bukit yang kami selusuri. Flores memang sangat indah…
5 Agustus 2010 pukul 00.16
Mel, jalan lurus bagi orang Flores berarti berkelok2... hehehehe... Gw alami hal yang sama waktu menjelajah salah satu hutan di Loksado, Kalsel... Kata teman gw yang orang dayak "medannya datar..". Gw juga nggak pake mikir lebih lanjut... mana ada trekking mendatar di hutan hehehehe cuma karena udah terlanjur kesemsem... ikutlah gw berpetualang. Yang ada... medannya naik, turun, menyisir perbukitan di pinggir jurang dengan jalan ala "miring", nerobos lumpur, sungai dan segalanya termasuk ketemu ular ihhhhh..... Mau nyerah di tengah hutan yach... terpaksa dilakonin aja.... Next time kita harus terbalik mengartikannya hahahahaha....
5 Agustus 2010 pukul 11.26
Anggap aja itu sebagai pembangkit semangat supaya jalan teruuussss, ya Dais!
18 Oktober 2011 pukul 20.40
dinikmati saja k,...tapi flores indah kan?
18 Oktober 2011 pukul 20.51
Memang nikmat.... karena setelah jalan berkelok-kelok itu ada hadiah yang tidak ternilai : pemandangan yang sangat indah. Bahkan jalan berkelok itupun merupakan bagian pemandangan yang indah itu!