Ada hubungan antara luka di kakiku, seperti yang terlihat di foto ini, dengan kedekatanku dengan kematian. Bukan....., bukan luka ini yang menyebabkan aku dekat dengan kematian. Luka ini terjadi pada tanggal 23 Juni 2009, kira-kira pukul 11.00. Hari itu adalah hari ke9 cuti kami sekeluarga. Saat itu kami berada di sekitar air terjun Hin Lat, Pulau Samui - Thailand. Nama pulau yang mungkin asing bagi orang Indonesia, karena memang tempat ini tidak menjadi tujuan wisata orang-orang Indonesia, tapi menjadi pilihan kami karena memang menarik bagi kami.
Air terjun Hin Lat sebetulnya biasa saja, tidak setinggi dan sebesar air terjun Cibeureum atau Grojogan Sewu, misalnya. Bedanya, tempat ini sepi dan bersih. Saat itu hanya ada 2 orang lain selain kami bertiga.
Saat kami menyusuri jalan turun untuk kembali ke bawah, tibalah kami pada tempat berpijak bersejarah itu. Sepersekian detik sebelum aku menapakkan kaki kananku di situ, terlintas di pikiranku .... sepertinya aku akan terpeleset jika aku menapak di situ. Dan terjadilah yang kupikirkan itu. Tidak ada waktu untuk membatalkan langkah kakiku.
Aku terpeleset dan dalam hitungan detik, aku terperosok ke dalam jurang! Aku merasakan tubuhkan meluncur, berguling, terbanting dan berputar tanpa mampu menahan..... hingga kepalaku sudah berada lebih rendah daripada kaki dan membentur batu. Saat itulah, seperti ada yang menahan, pergerakan tubuhku mengikuti gravitasi bumi tiba-tiba terhenti. Yang pasti bukan gesekan dinding jurang yang hanya pasir melulu.
Secara refleks, aku berusaha mengembalikan posisi kepalaku kembali di atas dengan menumpu tanganku pada dahan yang melintang di depan dadaku. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian mencari-cari tempat keras untuk menapak. Nyaris tidak ada, semuanya pasir! Ada sebongkah batu seukuran setengah telapak kaki yang menonjol di antara tumpukan pasir. Di sanalah sementara aku bertumpu.
Setelah agak stabil, aku melihat di sekitarku, ke atas, ke bawah ..... hanya pasir dan beberapa ranting pohon dan sedikit batu menonjol. Di bawahku ada aliran sungai dengan batu-batu besar, letaknya mungkin sekitar 5 atau 6 meter dari tempatku berada. Selintas terpikir olehku, inilah akhir hidupku. aku tidak akan lama berdiri stabil dan akan jatuh ke sungai dan kepalaku membentur batu-batu kali yang akan memecahkan kepalaku. Saat itu aku merasa dekat sekali dengan kematian.
Cukup selintas saja. Tidak ada waktu untuk bergidik. Setelah itu aku bertekad untuk menyelamatkan diriku. Ditambah suara Rasid di atas sana, semangatku untuk kembali ke atas bertumbuh.
Sempat terpikir olehku saat itu, mengapa Rasid hanya berteriak-teriak saja di atas memberi petunjuk, bukannya turun untuk membantuku naik. Rasa kesal karena tidak dibantu, ditambah semangatku untuk bergerak naik menjadi vitamin berenergi yang menambah tenagaku untuk bergerak ke atas. Dalam keadaan normal, bahkan untuk mendorong tubuhku dari air sedalam 1,5 meter untuk duduk ke pinggir kolam renang, aku sering tidak mampu! Dan kali ini aku harus memanjat setinggi 5 meter untuk mencapai jalan setapak!
Setelah tiba di atas, aku baru menyadari bahwa jurang itu betul-betul curam, hampir 90 derajat. Pantaslah guru hebatku tidak bisa membantuku.
Rupanya aku diselamatkan oleh lilitan beberapa ranting pohon pada kaki kananku. Tahanan ranting pada selangkanganlah yang menghentikan luncuranku. Aku baru menyadari kehadiran ranting-ranting itu ketika aku harus membebaskan diriku dari lilitannya pada saat berusaha memanjat ke atas.
Perlahan-lahan aku meniti ke atas dengan bertumpu pada akar pohon dan beberapa batu yang sedikit menonjol. Aku selamat dan hanya menyisakan sebuah luka terbuka, 2 buah bengkak di kaki, 1 benjolan di kepala, beberapa luka lebam dan baret-baret di kaki dan tangan. Sebuah pengalaman berdekatan dengan kematian yang sangat singkat. Tidak ada peluang untuk merasa ngeri, tidak ada peluang untuk menimbang-nimbang pilihan, bahkan untuk menangis!
Pengalaman itu mirip seperti grafik persamaan kuadrat yang berbentuk parabola yang menggambarkan garis hidupku. Ketika nilai x menghasilkan nilai minimum y, ada garis lurus horisontal dengan nilai y sedikit dibawah nilai y grafik parabola hidupku. Perbedaan nilai itu sangat kecil, seandainya pinsil yang digunakan untuk membuat grafik tidak tajam, tentu akan akan menghasilkan titik potong.
Gambar yang sempurna ..... sehingga menghasilkan grafik parabola yang masih akan berjalan terus membentuk parabola-parabola berikutnya.........
Melinda
,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 Juli 2009 pukul 02.09
I like how you use parabola to describe your life.
Gue mau syukuran ah, karena elo bisa kembali dengan selamat!
5 Juli 2009 pukul 10.20
Thank God you're saved...!!! So you can tell us a greatest story about HIS WONDERFUL CARE in your life.... Laen kali lebih hati-hati ya Mel...!!!
7 Juli 2009 pukul 12.48
Mel, gw kira loe mau kasih lihat kaki dekil belum mandi hahaha....
Gw tau deh loe dah sicap juga masih seneng berkelana melampiaskan masa kecil kurang gaul hahaha...
Laen kali hati2 donk jangan nekat geto.
FBU.
10 Juli 2009 pukul 20.22
Tuhan sayang banget ma loe.. Loe dikasih semangat u/ merambat naik, loe dikasih pikiran yang positif u/ bangkit, dikasih tenaga yg luar biasa, no time to cry, to complain, no time for devil to make u afraid longer.. Ini semua krn kasihNYA. Tuhan ksh loe kesempatan utk msk dlmrencanNYA yg luar biasa. Jadi saksiNYA. Gw bangga ma loe... Loe emang luar biasa. Moga2 gw jg bs sekuat loe.. GBU, sis...
12 Juli 2009 pukul 21.31
Wow, Mel! Thanks for sharing that. Really appreciate you considering me a close enough friend to read your blog. Kupikir.... it's a privilege!
What an experience that must be. I'm just glad that God does not think it's your time to go yet. Sorry, but I don't quite get your "parabola" analogy. Care to explain that to me? I'm not much of a math prodigy, I swear, I read your analogy more than twice to try to understand it. I even checked the internet for parabola & kuadrat! So spare me!
Anyway, know what I think? I think God loves & cares for you very much that, months, maybe even years ahead He has prepared those twigs, branches, roots to grow just in the right area where it would catch you to safety. For that matter, He loves & cares for your family & friends enough to know that they still need you. So, thank you, God!
16 Agustus 2009 pukul 11.58
thanks buat sharingnya...cinta Tuhan nyata pada saat yang tidak pernah kita duga dan menjadi bagian dr perjalanan hidup kita.
sy pribadi tdk berani menggambarkan kehidupan sy sebagai salah satu bentuk kurva, baik linear, parabolic atau hyperbolic dan sy tdk tau dititik mana saya berada saat ini pada kurva itu...