Singapura - Sarawak 10 tahun yang lalu : Pulang


Tgl 9 Mei aku  berangkat dari Jakarta, diantar Yanky dan Aurima. Aurima sudah tahu kalo aku mau pergi, dan dia mengantar sampai bandara. Dia bilang sih mau ikut. Di bandara, waktu masuk ngurus keimigrasian, aku berjanti akan keluar lagi. Aurima tidak nangis. Agak lama aku di dalam, waktu keluar lagi, cuma sebentar ada waktu untuk perpisahan. Terus masuk, tidak keluar lagi. Aurima tidak nangis. Untung juga, kalau nangis aku akan merasa berat pergi. Yanky cerita, Aurima tidak nangis, sampai jemput Mami, pergi ke BPK Gunung Mulia. Dia tidur, bangunnya baru nangis, memanggil-manggilku. Seharian dia murung. Tapi setelah itu biasa-biasa aja. Setiap hari dia nulis email buatku, isinya menanyakan kapan aku pulang dan minta oleh-oleh makanan. Kemarin, saat aku pulang, mukanya sangat berseri-seri. Dempet terus, aku ditatapnya terus.

Di Singapura ada kantor AFC (Ambassador For Christ), yang mengatur kepergianku ke Sarawak. Direkturnya Joseph Tan.Yang berangkat dari Indonesia 3 orang : aku, dr Siu Fui dan Pdt Hizkia.  Hizkia ini koordinator AFC di Indonesia.

Di Singapura aku menginap di YMCA 2 malam. Mundur 1 hari, sebab rencana di Sarawak berubah. Rencana semula pergi ke 3 dusun, berubah menjadi 2 dusun. Soalnya kalau ke 3 dusun terlalu padat. Pulangnya juga gitu, maju 1 hari, jadi 2 malem lagi di Singapura, menginap di hotel mewah yang 1 malamnya $240. Katanya sih berkat setelah hidup susah 2 minggu di Sarawak.

Selama di Singapura, sempat jalan-jalan di Orchard Road, Suntec (kompleks mall terbesar), Parkway , Bird Park, nyobain naik MRT, naik skytrain di bandara, makan makanan Singapura yang aneh-aneh. Kebetulan, Joseph Tan ini orangnya doyan makan dan mencoba makanan yang baru, jadi kita diantar mencoba makanan yang baru-baru, yang tidak ada di Indonesia.

Tgl 10 malam baru ke Malaysia, naik mobil ke Johor Bahru. Yang berangkat 4 orang (3 dari Indonesia + Joseph Tan). Di Johor Bahru menginap satu malam di rumah seorang pendeta yang rumahnya di Johor Bahru tapi gerejanya & kantornya di Singapura. Besoknya terbang ke Kuching, terus ke Miri. Miri ini kota kecil di Sarawak, letaknya di perbatasan dengan Brunei.

Di Miri nginap 2 hari 1 malam. Selama 2 hari itu, kami beli perbekalan untuk perjalanan di desa. Beli makanan kaleng, obat-obatan, generator, kelambu, obat nyamuk, radio. Kami beli obat langsung di eksportir, jadi murah. Alat-alat juga murah di sana, dibandingkan di Jakarta, karena tidak lewat terlalu banyak tangan. Aku beli stetoskop dan tensimeter, setengah harga di Jakarta.

Di Miri juga kami mencoba banyak makanan. Ada mee goreng basah, mee goreng soup, bihun kering, laksa kari, misoa ayam (misoa dimakan seperti mi kuah), claypot mee, bubur ikan, bubur babi, dim sum,dll. Chinese food semua, karena makan selalu di pusat kota, pertokoan yang sebagian besar dimiliki oleh orang Cina. Katanya di situ orang Brunei juga suka sarapan. Enak di Miri, makan terus....

Miri adalah tempat terakhir kami bisa berhubungan dengan dunia luar (ada telepon, TV).

Melinda

0 Response to "Singapura - Sarawak 10 tahun yang lalu : Pulang"

Posting Komentar