,
Melinda
Mondulkiri terletak di bagian timur negara Kamboja dan merupakan tempat tertinggi di negara ini. Udaranya sejuk, seperti di Lembang. Wisata yang tersedia di tempat ini adalah Eco-tourism, di antaranya trekking di hutan bersama gajah ditambah mengunjungi rumah adat suku.Wisata inilah yang kami lakukan di sana.
Wisata dimulai jam 8.30 saat kami berangkat dari Sen Monorom tempat kami menginap. Kami diantar dengan mobil Toyota Camry produksi 20 tahun silam melewati jalan tanah merah yang dikeraskan. Karena semalam hujan, jalan menjadi sangat licin. Kami tiba di sebuah hunian orang asli Mondulkiri di pinggir hutan.
Hunian berupa beberapa bangunan, yaitu sebuah rumah panggung kayu, kandang sapi dan sebuah rumah adat. Rumah adat ini ditopang oleh kayu-kayu dan beratap rumput gajah kering yang disusun hampir ke tanah. Di bagian depan dan belakang, rangkaian rumput-rumput gajah tersingkap membentuk pintu-pintu masuk. Rumah beralaskan tanah. Mata perlu beradaptasi cukup lama saat melihat ke dalam rumah, karena tidak ada penerangan. Di dalam terasa hangat, atap rumput juga kedap air. Isi rumah sama seperti rumah umumnya, dapur, ruang tidur dan tempat penyimpanan makanan. Bedanya, penghuninya bukan hanya manusia, tetapi juga ternak ayam dan babi.
Di depan rumah adat ini kami menaiki gajah yang akan membawa kami menjelajahi hutan. Ada 2 ekor gajah yang akan membawa kami. Sebelumnya, kami berkenalan dulu dengan gajah-gajah ini dengan memberikannya pisang. Pelana terbuat dari rumput-rumput gajah kering dan di atasnya dipasangkan tempat duduk seadanya terbuat dari rotan. Di sinilah kami duduk, sedangkan pawang gajah duduk di kepala gajah tanpa pelana. Aku dan Aurima menaiki gajah yang agak kecil.
Pada awalnya, agak repot mengatur posisi duduk karena ada perasaan gamang mengikuti gerak langkah gajah yang berayun-ayun ke kiri dan ke kanan. Perjalanan menjelajahi hutan hingga mencapai sebuah air terjun memakan waktu sekitar 2 jam. Jalan yang ditempuh merupakan jalan setapak yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang tidak terlalu besar, namun lebat. Di beberapa tempat ada pohon-pohon yang ditebang dan tanahnya dijadikan ladang.
Sepanjang perjalanan, gajah sering berhenti untuk menyabut rumput, memetik daun bambu atau daun lainnya dan memungut buah-buahan kecil. Di tengah perjalanan, pawang gajah yang kutumpangi bersama Aurima turun, kemudian bermain di belakang gajah. Gajah kami berjalan sendiri tanpa pawang! Hal ini sempat membuat kami sedikit panik, namun setelah kemudian biasa lagi. Gajah kami memang jinak.
Pantat lumayan pegal menaiki gajah selama 2 jam. Lega rasanya begitu tiba di air terjun. Air tidak terlalu banyak dan air terjun tidak terlalu tinggi. Namun tempat ini benar-benar enak untuk beristirahat. Hanya kami yang berada di sana. Setelah Yanky berenang sebentar, kami makan bekal nasi bungkus, buah naga dan nanas yang dibawa dari Sen Mororom. Rasanya nikmaaaaatttt sekali. Terakhir kami makan nanas hutan yang dipungut oleh pawang gajah. Maknyuussss!!!
Setelah bermalas-malasan sebentar di bebatuan di pinggir aliran air, kami nonton gajah mandi. Sebetulnya kami bisa juga ikut memandikan gajah, tapi ada rasa enggan.
Selesai mandi, gajah-gajah kembali membawa kami kembali ke tempat berangkat tadi. Kami bertukar gajah. Yanky menaiki gajah yang kecil, aku dan Aurima menaiki gajah yang lebih besar. Gajah besar ini agak bandel, sering berhenti dan membalikkan badan ke samping bahkan ke belakang. Perjalanan yang cukup panjang membuat kami cukup terbiasa dengan gerakan langkah gajah. Bahkan kami sempat tertidur karena angin yang sepoi-sepoi.
Tiba-tiba di suatu tempat, gajah berbelok memasuki hutan agak dalam dan tidak bisa dikendalikan oleh pawang untuk kembali ke jalan setapak. Rupanya ada pohon nangka dengan buah-buah yang sudah matang bergelantungan! Ada 1 buah yang terletak dekat tanah. Setelah gajah kami berhasil memetiknya, barulah dia mau kembali ke jalan setapak. Kami harus menunggu gajah itu menghabiskan nangka itu. Wanginya …..hmmmm…. bikin ngiler!
Sementara gajah kami makan, gajah Yanky masih berada di dalam hutan. Rupanya dia tidak berhasil memetik nangka yang letakknya tinggi dan tidak mau bergerak. Akhirnya, pawang memetikkan 1 buah nangka. Barulah gajah itu mau kembali ke jalan setapak. Nangka dibagi 2, sebagian untuk gajah, sebagian untuk penumpangnya. Akhirnya….kami kebagian nangka juga! Rasanya nikmat, perpaduan antara manisnya nangka dan sensasi penemuan lokasinya!
Perjalanan kembali ke tepi hutan memakan waktu lebih lama, karena gajah berjalan lebih lambat dan ditambah upacara nangka tadi. Kami tiba di Sen Monorom jam 16.30. Pengalaman bergaul dengan gajah dan kehidupan hutan seharian yang benar-benar tak terlupakan!
0 Response to "MENJELAJAH HUTAN DI MONDULKIRI BERSAMA GAJAH"
Posting Komentar