,
Melinda
Hari terakhir kami di Kamboja kami habiskan dengan berjalan-jalan di kota Pnom Penh. Pada saat kami tiba di Pnom Penh siang hari sebelumnya, kami berjumpa dengan seorang supir tuk-tuk yang memamerkan kemampuannya mengucapkan kata “Terima Kasih” kepada kami. Rupanya kamu bukan orang Indoesia pertama yang dijumpainya.
Pagi-pagi kami menyusuri taman di tepian sungai Tonle Sap menuju ke arah National Museum. Sebelum memasuki pintu masuk National Museum, tiba-tiba kami melihat sebuah restoran bernama Warung Bali. Seminggu lebih berada di negara asing membuat kami merasa kangen makanan Indonesia. Di depan restoran, berdiri Sang Pemilik Restoran yang kemudian kami ketahui bernama Pak Kasmin. Senang rasanya bertemu orang Indonesia. Menurut pengakuannya, Pak Kasmin sudah 15 tahun mengelola restorannya ini. Kami memesan gado-gado dan tahu telur yang rasanya masih asli Indonesia, belum disesuaikan dengan lidah orang asing. Sementara kami makan, ada seorang ibu masuk membawa belanjaannya. Rupanya rekan Pak Kasmin. Mendengar mereka bercakap-cakap dalam dialek Jawa membuat kami merasa berada di Indonesia. Sebelum meninggalkan Warung Bali, kami dikenalkan dengan Pak Pirdaos, rekan Pak Kasmin. Menurut kartu nama yang diberikan, mereka berdua adalah pengelola Warung Bali.
Bagi pembaca blog yang kebetulan mau pergi ke Pnom Penh silakan mencatat alamat Warung Bali : #25Eo, Street 178 Pnom Penh. Restoran ini pasti akan dilewati bila akan masuk National Museum dari arah lapangan di muka Royal Palace.
Di National Museum, saat menyaksikan video penelitian arkelologi Angkor Wat, kami berjumpa dengan sebuah keluarga (bapak, ibu dan 3 anak) yang terdengar menggunakan bahasa Indonesia.
Dari National Museum, kami berjalan-jalan di Pshar Thmey (Central Market). Di depan sebuah kios kain tenun, kami melihat seorang Bapak mengenakan pakaian batik. Tanya punya tanya, ternyata memang orang Indonesia yang sedang menunggu istrinya berbelanja. Di depannya sudah ada 1 kotak besar belanjaan.
Saat membeli selendang di sebuah kios, kami dikagetkan lagi saat penjual menyebutkan harga dalam bahasa Indonesia. Ternyata penjualnya bisa berbahasa Indonesia karena sering kedatangan pembeli asal Indonesia. Hmmmm…..memang dasar orang Indonesia tukang belanja. Di negara manapun harus belanja. Dengar-dengar, di Paris pun pedagang-pedagang banyak yang dapat berbahasa Indonesia karena sering kedatangan pembeli berbahasa Indonesia.
0 Response to "ORANG INDONESIA DAN BAHASA INDONESIA DI PNOM PENH"
Posting Komentar