,
Melinda
Secara umum, orang Kamboja adalah orang yang sopan dan ramah. Kendalanya adalah bahasa. Tidak banyak orang yang dapat berbahasa Inggris. Namun kalau bahasa tidak menjadi masalah, keramahan mereka akan tampak jelas. Umumnya orang Kamboja senang mengajak orang asing berbicara.
Soal bahasa, ada hal yang unik.
Pertama, ada banyak supir tuk-tuk yang dapat berbahasa Inggris. Lafalnyapun bagus-bagus. Biasanya mereka akan menyambut turis asing di terminal bis dan menawarkan jasa mengantar ke hotel. Dengan kemampuan berbahasa Inggrisnya, mereka juga dapat berfungsi sebagai pemandu wisata.
Yang kedua, banyak restoran terutama di daerah Mondulkiri yang memiliki senjata khusus menghadapi orang asing yang akan makan. Jarang sekali penduduk di sana yang dapat berbahasa Inggris. Kedatangan kami selalu menimbulkan kepanikan seluruh karyawan restoran. Bukannya mendengarkan pesanan yang kami ajukan (pasti tidak jauh-jauh dari nama makanan, minuman dan jumlah yang mudah diingat istilahnya), tapi sibuk mencari daftar menu. Inilah senjata mereka menghadapi turis asing. Dalam daftar menu tertulis nama-nama makanan dalam bahasa Inggris dan bahasa dan huruf Kamboja. Kepanikan berikutnya adalah saat kami akan membayar makanannya. Semua orang di restoran seakan-akan sibuk, tidak ada yang melihat sekalipun kami sudah berdiri. Setelah kami mengeluarkan suara, apapun bunyinya, barulah mereka sibuk. Mungkin sibuk meyakinkan diri mengenai jumlah yang harus kami bayar. Kemudian salah satu dari mereka menemui kami. Tidak jarang orang ini menyebutkan angka dalam bahasa Kamboja. Kalau sudah terjadi demikian, biasaya kami mengeluarkan kertas dan pen, maksudnya agar dia menuliskan harga yang harus kami bayar. Ruapanya hal ini juga membuat mereka resah, karena mereka tidak terbiasa dengan angka Arab. Angka yang akan ditulisnya bentuknya tidak biasa, misalnya angka 8 dalam posisi tidur atau angka 4 yang keriting. Heran, kenapa tidak tunjukkan saja lembaran uang yang seharga dengan harga makanan yang harus kami bayar?
Sifat lain orang Kamboja yang tampak jelas adalah kejujurannya. Kami merasa nyaman berada di Kamboja karena tidak merasa dipalak sebagai orang asing. Suatu kali kami membeli makanan sejenis laksa yang dijual secara asongan. Sebelumnya kami melihat seseorang membayar seharga 6000 Riel untuk semangkok laksa. Saat penjual meracik untuk kami, kami minta jumlah bihun dikurangi karena sebetulnya kami sudah kenyang. Merasa yakin harganya 6000 Riel, kami langsung membayar seharga itu. Ternyata penjual mengembalikan 4000 Riel. Rupanya karena jumlah bihun lebih sedikit, kami tidak perlu membayar penuh.
Ada 2 sikap sopan yang sering ditunjukkan oleh orang Kamboja. Yang pertama yaitu sikap memberi dan menerima dengan menggunakan kedua telapak tangan sambil sedikit membungkukkan badan. Yang kedua adalah sikap berterimakasih dengan mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada, juga dengan sedikit membungkukkan badan. Nampaknya kedua sikap ini memang menjadi kebiasaan sehari-hari, bukan sekedar basa-basi atau untuk mengambil muka.
Sikap menarik lainnya adalah sikap yang sulit dijumpai di Jakarta, yaitu persaingan yang sehat. Contohnya, saat kami turun dari bis antar kota. Kebetulan supir yang menawarkan tuk-tuknya kepada kami tidak dapat berbahasa Inggris. Ada supir tuk-tuk lain yang nimbrung, menawarkan hotel, memberi tarif tuk-tuk dalam bahasa Inggris. Setelah ada kesepakatan, ternyata supir yang nimbrung tadi mempersilakan kami menaiki tuk-tuk temannya yang pertama kali menawarkan tuk-tuk kepada kami.
Mudah-mudahan sifat-sifat baik ini tetap terpelihara di Kamboja.
0 Response to "TENTANG ORANG KAMBOJA"
Posting Komentar